Sunday, February 11, 2007

sepulang kuliah

Siang ini matahari Singapura cukup terik. Aku sedang membenahi peralatan lukisku di kelas terakhir. Seperti biasa, kuas dan cat air selalu berdesakan: berebut ingin dirapikan lebih dulu. Maka lekas-lekas kudamaikan mereka dan kusimpan kedalam tas tua: hijau dan lusuh dengan beberapa robekan berarti yang menandakan pengabdian, sudah 9 tahun umurnya. “Ini dia tas kesayanganku.”

Di luar kelas, aku berpaling sesaat pada teras sambil menghela nafas dan kulihat seorang gadis sedang berjalan menuju gedung ini. Kulambaikan tangan dan tersenyum, namun ia hanya menoleh sesaat sambil sibuk dengan kardus yang dijinjingnya. Sepertinya sedang terburu-buru. Aku juga teringat kalau sudah pukul 4 dan aku pun harus lekas.

Aku berjalan menuju tangga ke bawah dan seperti dugaanku, aku berpapasan dengannya. Gadis itu sepertinya tengah ketinggalan kelas dan akhirnya ia berlalu saja dengan hanya sempat kulirik sebentar pada wajahnya yang tergesa. Lalu kulanjutkan menuruni tangga, menuju pintu keluar pejalan kaki.

Ah, gadis itu tadi adalah yang baru kukenal beberapa hari lalu. Ia tak juga manis, tapi juga tapi cerdas dalam debat yang di gelar dalam kelas (itulah yang kusuka). Hari itu kita bertemu di kantin. Entah mengapa ia menghampiri mejaku sambil menyapa temanku ditambah beberapa obrolan sampai ia tanya namaku pada temanku itu. Memang aku tak perlu berkenalan, sebab sudah lama aku memperhatikannya sejak beberapa hari aku memulai kuliah. Kami berkenalan sambil dicobanya untuk menggambar wajahku. “Sorry if I draw your face like anime,” katanya. Aku tertawa renyah sambil kulahap makan siang. Hmmh. Kali itu mungkin aku merasa terganggu, sebab tak biasanya aku tak menikmati makan. Apalagi menu siang itu adalah chicken vegetable rice kesukaanku. Dengan nafsu yang tersisa, kulahap habis makananku sambil tersenyum melihat hasil gambarnya yang tak karuan. Setelah makanku selesai, aku pun pamit sebab kelas selanjutnya sedang menunggu. Namun entah mengapa, gadis itu masih asik saja dengan kertas gambarnya. Dan aku sedikit kecewa dengan waktu yang tak berpengertian.

Sekarang aku sudah di pintu keluar pejalan kaki. Pintu ini kecil dan biasa dijadikan smoking corner. Memang bisa gawat kalau sedang ramai dan kepulan asap rokok sedang tebal: selain jalan jadi terhambat, nafas pun jadi tersendat. Aku berbegas saja melalui pintu itu dan kutapaki jembatan penyebarangan ke jalur seberang dimana akan kutunggu bus: nomor 14.

Bus yang satu ini memang lambat. Lama ditunggu, aku malah mencium bau asap rokok lagi. Ada yang merokok berjarak 2 meter di sampingku. Aku perhatikan sebentar sambil tercenung: dia menghisap rokok atau ia yang dihisap rokok? Tapi rokok selalu mati terlebih dahulu dan kemudian menanamkan ruhnya dalam tubuh orang itu. “Mari sayang, hisap aku hingga ke dalam ceruk hidupmu…”

Akhirnya bus datang juga. Aku segera naik sebab tak ingin ketinggalan bus yang pemalas ini. Air-con di dalam bus cukup sejuk untuk mengimbangi cuaca, sambil kunikmati perjalanan de javu: pemandangan setiap yang hari selalu sama.

Setelah beberapa bus stop, bus berhenti di sebuah bus stop yang cukup ramai dan di sana naiklah beberapa penumpang. Kadang kalau kursi di sebelah sedang kosong, maka benak boleh mempersilahkan imajinasi: memilih seseorang gadis dari beberapa yang sedang memasuki bus dan melangkah menuju salah satu kursi; mempersilahkan seorang gadis manis untuk duduk disebelah kursiku agar imajinasi dapat iseng-iseng menggodanya. Walau akhirnya pun aku tak berkesempatan memandangi kemanisannya dan hanya biru langit yang bisa kupandangi siang ini melalui jendela bus.

Gadis manis… Entah, malah bayangan senyum manis gadis kenalanku itu yang menghampiri pikiran. Sambil tersenyum, biar kubayangkan apa yang ada di hatinya sepanjang hari ini…


dipost oleh admin, atas ijin sang penulis

steven kurniawan

jakarta 11-feb-07

No comments: